APAKAH SUKSES PUNYA MAKNA?
Kesuksesan.
Sekarang lagi marak-maraknya orang tua membandingkan anaknya tentang suksesnya
si ini, si itu, dengan anaknya yang dianggapnya masih ‘belum sukses’.
Padahal,
sukses itu relatif. Ada yang menganggap sukses itu dengan bisa membeli rumah
baru, ada yang menganggap sukses itu ketika kamu bisa memberi kontribusi untuk
negara, ada juga yang menganggap bahwa dengan tercapainya keinginannya, itu
juga sudah termasuk sukses.
Lalu,
kenapa di masyarakat kita standar kesuksesan hanya dengan memiliki pekerjaan
yang mumpuni saja? Banyak orang menganggap pekerjaan profesi seperti dokter,
guru, dosen, juga menjadi ASN, Polisi, TNI, dsb, merupakan kesuksesan, dan
menganggap petani, pekebun, dan buruh sebagai pekerjaan yang tidak menjamin akan
sukses. Padahal, kalau diukur dari segi finansial, tidak sedikit para petani
dan pekebun yang memiliki kebun berhektar-hektar dan mendapatkan untung
berkali-kali lipat dari pekerja-pekerja lain dapatkan. Buruh juga merupakan peran
penting yang sangat dibutuhkan dalam suatu pekerjaan. Kalau tidak ada buruh,
memang atasan mau kerja sendiri?
Jangan
samakan standar kesuksesan kita dengan standar sukses orang lain. Jangan juga
paksa orang lain untuk mengikuti standar kesuksesan yang kita punya. Mungkin
beberapa orang berpikir dengan kekayaan berlimpah sudah termasuk kategori
sukses, tapi tidak bagi yang lainnya. Kita tidak bisa paksa untuk ‘harus’
memiliki standar sukses yang sama.
Belum
lagi para orang tua yang berpikir bahwa kesuksesan itu kalo anaknya menjadi
ASN, sehingga memaksakan kehendak agar anaknya menjadi ASN dengan dalih bahwa
pekerjaan tersebut menjamin masa tua si anak. Memang benar dan itu merupakan
fakta, bahwa bekerja sebagai ASN mendapatkan tunjangan pensiun di hari tua,
tapi tidak semua orang berpikir kalau mereka akan menyenangi pekerjaan
tersebut. Dan belum tentu dengan menjadi ASN masa tua benar-benar akan
terjamin. Belum lagi di beberapa lapisan masyarakat, para orang tua suka sekali
saling membandingkan anak-anaknya. Kalau anaknya menjadi ASN, berarti anaknya
sudah sukses. Dan tetangga yang mendengar dengan keadaan dimana anaknya belum
atau tidak menjadi ASN, saya rasa 80% anaknya akan dibandingkan (soalnya saya
merasakan sendiri betapa pedihnya dibanding-bandingkan wkwkwk).
Jadi
teman-teman, saran saya, kalau memang teman-teman punya standar kesuksesan
teman-teman masing-masing, tetap berpegang teguh pada prinsip yang teman-teman
punya. Jangan mudah terombang-ambing dengan komentar-komentar orang, baik
mereka yang mengomentari gaji dan pekerjaan teman-teman, kehidupan teman-teman,
ataupun pencapaian teman-teman. Kita tahu, kesuksesan bagi setiap orang itu
beda-beda. Siapa tahu, orang-orang yang sedang merintis usahanya sudah merasa
bahwa mereka sukses, karena sudah bisa berdiri dan membangun usaha di atas kaki
sendiri. Siapa tahu, para buruh yang bekerja beberapa jam sehari, ketika bisa
menabung uang sedikit demi sedikit sehingga dapat membantu istri membuka toko
kecil-kecilan di rumah telah menganggap bahwa itu adalah kesuksesan baginya.
Siapa tahu, orang sederhana dengan rumah seadanya namun bisa bersedekah setiap
minggunya untuk panti asuhan sudah sangat senang sekali dan merasa bahwa itu
adalah kesuksesan baginya.
Sungguh,
kesuksesan itu tidak hanya tentang uang, gaji, pekerjaan semata. Kesuksesan itu
maknanya luas, tidak hanya diukur dengan hal seperti itu. Ini pendapatku loh
yaa, jangan tersinggung wkwk. Bagi penganut kesuksesan tentang uang, gaji,
pekerjaan, silakan lanjutkan. Ini negara demokrasi, kita memiliki hak untuk
berpendapat dan wajib menghormati pendapat orang lain. Untuk orang tua juga,
memiliki standar kesuksesan yang berbeda dengan anak bukanlah masalah besar, namun
jangan juga paksa anak untuk harus ikut standar kesuksesan kita. Mereka sudah
dewasa dan dapat menentukan pilihan hidup mereka masing-masing. Mereka tahu
mana yang baik dan buruk untuk hidup mereka kedepannya.
Tetap
semangat dan semoga sukses selalu.
JANGAN LUPA BERMIMPI
DIWUJUDKAN! 😁
_________________
Author: Riga Okta
Director: Nici Jarsi
_________________
INSTAGRAM:

Comments
Post a Comment